Usai makan malam, seorang tukang ojek motor menghampiri kami dan menawarkan untuk mengantarkan kami sebelum subuh menuju Penanjakan. Sebenarnya, temanku Arie telah memberikan nomor handphone tukang ojek yang pernah disewanya saat ke Bromo bulan Agustus lalu. Karena alasan kepraktisan, kamipun memesan 2 ojek motor yang datang tadi untuk menjemput kami sebelum subuh di hotel. Malam ini kami tidur lebih awal karena ojek akan menjemput kami tepat pukul 3 dini hari !
Alarmku berbunyi jam 2 dini hari, kami hanya cuci muka dan sikat gigi (tanpa mandi karena dinginnya minta ampun padahal ada air hangatnya !), bersiap-siap sambil menunggu jemputan ojek. Tepat jam 3 dini hari kamipun dijemput lalu dalam kegelapan malam kami dibawa naik ke puncak Penanjakan. Sepanjang perjalanan aku nyaris tak bisa melihat apapun saking gelapnya, hanya berdoa semoga kami sampai dengan selamat di tempat tujuan. Hawa dingin terasa menusuk hingga ke tulang, padahal aku sudah memakai 2 lapis jaket, topi kupluk, sarung tangan, kaos kaki dan tidak memakai celana jeans yang cenderung membuat semakin dingin ! Lututku nyaris mati rasa karena terpaan angin yang sangat dingin bersama lajunya motor yang membawa kami dengan kecepatan tinggi melintasi lautan pasir hingga akhirnya melintasi jalan berbelok-belok sambil terus mendaki ke Penanjakan. Selama kurang lebih 30-40 menit perjalanan, tibalah kami di Penanjakan yang merupakan tempat paling strategis untuk menyaksikan terbitnya matahari di puncak Bromo karena memiliki ketinggian 2770 mdpl, lebih tinggi dari gunung Bromo yang memiliki tinggi 2329 mdpl. Perjalanan ke Penanjakan juga bisa ditempuh dengan mobil jeep/hartop maupun kuda. Karena kami hanya berdua, tentunya akan lebih efisien dan murah bila menggunakan ojek saja yang biayanya sekitar IDR 120.000/ojek hingga rute ke Savana nanti. Untuk tiba di gerbang masuk Penanjakan, kami harus berjalan kaki lagi dengan menanjak dan saat itulah aku hampir tak sanggup karena udara diatas sangat tipis membuat napas makin sesak saat menaiki anak tangga. Namun itu semua akhirnya terbayar pada saat benar-benar bisa menyaksikan terbitnya matahari yang sangat indah di Bromo pada pukul 4 dini hari. Benar-benar pengalaman yang tak akan pernah dilupakan ! Detik-detik terbitnya matahari hanya aku saksikan dengan mata telanjang sampai lupa mengabadikannya lewat kamera... hehehe
Di depanku terlihat puncak kawah Bromo yang menjulang tinggi, namun untuk mencapai kesana masih harus melakukan pendakian. Dan kini aku sedang berdiri tepat disebelah gunung Batok yang tandus. Angin bertiup kencang namun udaranya tak sedingin tadi pagi.
Setelah mengambil beberapa foto, kuda pun membawa kami kembali ke bawah. Kali ini perjalanan terasa lebih sulit sebab dengan sudut kemiringan nyaris 45 derajat membuat aku harus mengatur keseimbangan badan agar kami tak tersungkur dan menggelinding ke bawah... hahaha. Ternyata begini rasanya naik kuda menuruni jalan yang curam.
Setibanya di hotel, barulah kami sarapan yang sebenarnya di dalam restaurant hotel, dilanjutkan dengan mandi dan berkemas-kemas untuk check out dari hotel.