Hari baru menjelang sore, tapi suasana udah semakin berkabut dan mulai gelap. Bila musim dingin tiba, memang siang terasa lebih pendek waktunya, jam 4 sore aja udah terasa gelap seperti maghrib. Kalau sedang musim panas, justru siangnya yang lebih panjang dimana jam 9 malam masih terang seperti sore. Walaupun hari mulai gelap, kami tetap menuju ke persinggahan berikutnya yaitu Cotton Castle di Pamukkale. Di Pamukkale terdapat travertine, yaitu struktur yang terbentuk karena adanya penumpukan kapur oleh zat-zat mineral dari sumber air di sekitarnya, khususnya mineral sumber air panas yang sangat terkenal yaitu Pamukkale Travertine dan telah masuk dalam daftar warisan dunia UNESCO di tahun 1988. Tiket masuk ke dalam sebesar TL 20/orang. Disini ada 17 sumber air panas dengan suhu antara 35-100 derajat Celcius dan udah menjadi tempat spa sejak abad ke-2 SM (Sumber : Best of Turki). Karena saat kami berada disana kabut cukup tebal dan udara sangat dingin, keindahan benteng-benteng berwarna putih seperti kapas yang berbentuk menyerupai terasering sawah yang bertingkat-tingkat itu tak bisa dinikmati karena sejauh mata memandang hanya terlihat kabut. Tempat ini sangat indah bila didatangi pada musim panas. Bila kita ingin merendam kaki di sumber air panasnya, diharuskan membuka alas kaki (sepatu/sendal) sebelum menginjak teraseringnya, karena sangat rapuh. Aku dan suami hanya berfoto-foto di tempat ini. Di sekitar tempat ini juga ada puing-puing dari kota tua Hierapolis. Usai melihat Cotton Castle, bus sempat mampir sejenak di salah satu Underground City di Pamukkale. Waktu menunjukkan pukul 7 malam, kamipun merasa lelah dengan perjalanan panjang hari ini. Kami lantas beristirahat di Lycus River Hotel, Pamukkale. Keesokan harinya, pagi-pagi kami berangkat lagi menuju Konya, propinsi terbesar di Turki. Di perjalanan, saat singgah di rest area aku dan suami iseng-iseng mencoba sesuatu yang khas di daerah setempat yaitu pomegranate juice (jus buah delima) dan makanan ringan dari percampuran yoghurt, madu dan biji opium. Rasa jus delimanya bener-bener asem saking aslinya ! Sedangkan makanan yang kupesan itu rasanya manis dan asem, tapi bolelah sekedar mencicipi agar tau rasanya. Kalau gak salah harganya TL 4/piring. Tiba di Konya kamipun mengunjungi Museum Sufi Mevlana (Mevlana Muzesi). Tiket masuk seharga TL 3/orang. BIla diperhatikan, bangunan Mevlana ini mirip seperti mesjid karena ada beberapa kubah, sekaligus juga mirip dengan Istana Topkapi di Istanbul. Bangunan ini dulunya adalah istana milik Kesultanan Selcuk. Museum Mevlana memiliki banyak koleksi benda bersejarah dan makam orang-orang penting. Bila memasuki halaman dalam museum, terdapat ruangan-ruangan kecil tempat menyimpan benda bersejarah tadi yang tak boleh difoto. Setelah melihat-lihat Mevlana, kami melanjutkan perjalanan menuju kota yang selalu diimpi-impikan yaitu Cappadocia. Namun sebelumnya, di perjalanan kami singgah di Sultanhani Caravanserai yang merupakan sebuah hotel tua pada saat jalur sutera melalui Turki. Ini adalah caravanserai yang terbesar di Turki. Para pedagang pada masa lalu bepergian mengendarai unta. Nah, tempat ini menjadi tempat bermalam alias hotel bagi mereka sekaligus menyimpan unta-unta dalam ruangan khusus. Sebuah kebakaran besar terjadi pada tahun 1278 hingga merusak bangunan asli caravanserai. Perjalanan dilanjutkan kembali setelah istirahat di sekitar lokasi. Kamipun bermalam di Dinler Hotel Nevsehir, Cappadocia. Banyak keseruan yang akan kami lakukan disana esok hari... can`t wait ! (Bersambung)
0 Comments
Leave a Reply. |
AboutI`m Indonesian, currently living in Medan, North Sumatra. My intention is to share my activities & hobbies. I love travelling, photography, reading a book, writing, listening to music & sometimes like to try culinary... Archives
May 2015
Categories
All
|